Semoga Libur Natal dan Tahun Baru Tak Berujung Kelabu


 
LIBUR akhir tahun yang kini populer disebut libur Nataru (Natal dan tahun baru) menjadi momen yang paling ditunggu sebagian kalangan. Tidak cuma bagi umat Nasrani yang merayakan Natal tapi siapa saja yang memanfaatkan akhir tahun sebagai saat yang tepat untuk berlibur. 

Liburan dimaknai sebagai waktu bebas dari pekerjaan serta kesempatan untuk relaksasi dan rekreasi (Inglis, 2000; Cohen, 1979). Sebagai waktu beristirahat dari rutinitas, liburan identik dengan ketenangan serta memperoleh kekuatan dan ide-ide yang menyegarkan (Opaschowski, 2002).

Perjalanan yang menyenangkan selama liburan dapat “meremajakan” panca indra (senses) dan menciptakan kenangan khusus seperti mengunjungi suatu tempat untuk pertama kali (Mehmetoglu, 2012).

Kondisi pandemi yang makin terkendali mendorong warga untuk berlibur. Berbeda dengan situasi tahun lalu ketika angka penularan Covid-19 yang terus naik, tidak banyak yang berani melakukan perjalanan liburan.

Segelintir berita malah menyebutkan warga yang berani berlibur saat itu dan tidak taat protokol kesehatan di destinasi wisata, pulang membawa “oleh-oleh” tertular.

PPKM membuyarkan rencana
Apa hendak dikata, untuk tetap mempertahankan kondisi yang sedang kondusif ini, pemerintah sempat menetapkan PPKM level 3 di seluruh Indonesia pada masa libur Nataru. Kegalauan pun melanda berbagai pihak.

Ilustrasi tahun baru(Shutterstock)

Seorang karyawan bagian reservasi sebuah hotel terkemuka juga mengakui kondisi ini. Mereka masih menunggu situasi, apakah tarif kamar masih mungkin diturunkan untuk menarik pengunjung datang.

“Banyak yang khawatir terjadi penyekatan sehingga tidak bisa sampai di hotel,” tuturnya menjelaskan.

Sementara para pelaku UMKM di berbagai destinasi wisata urung menyiapkan persediaan barang dagangan lebih banyak lagi karena menduga banyak orang membatalkan liburan.
Semua pihak terkait sepakat tiarap. Liburan Nataru tahun ini akan sunyi.

Namun begitu pemerintah melalui keterangan tertulis pada Senin, 6 Desember 2021 membatalkan penerapan PPKM level 3 untuk seluruh wilayah, kondisi sontak berubah. 
Reservasi kamar hotel dan tiket pesawat, seolah menemukan momentumnya kembali.

Pengelola jalan tol pun mulai mengantisipasi kemungkinan meningkatnya jumlah kendaraan yang melintas. Sekalipun ganjil genap diterapkan, tampaknya tidak cukup meredakan antusiasme warga untuk berlibur.

Staycation lagi 
Kebijakan pemerintah yang kemudian membatalkan PPKM level 3 serentak saat natal dan tahun baru tentu bukan tanpa alasan. Kondisi pandemi yang makin terkendali telah menggerakkan perekonomian di berbagai daerah.

Melakukan pembatasan mobilitas berpotensi menahan laju pergerakan itu. PPKM yang proporsional sesuai dengan kondisi daerah masing-masing menjadi pendekatan yang lebih bijaksana.

Bagi warga yang akan berlibur, perubahan kebijakan bukan berarti kondisi telah kembali normal dan bisa bebas semaunya. Penerapan ganjil genap di sejumlah ruas tol, pembatasan kapasitas di destinasi wisata, penutupan sebagian area publik, peniadaan acara khusus pada akhir tahun, dan penerapan protokol kesehatan yang ketat, tidak dapat diabaikan.

Tampaknya berlibur dengan cara biasa seperti melakukan perjalanan ke berbagai lokasi wisata atau antar kota, tidak lagi direkomendasikan. Model staycation menjadi pilihan yang lebih tepat, sekalipun dilakukan jauh dari kota domisili.

Pilihan penginapan bertipe resort yang mendukung konsep staycation menjadi opsi yang sesuai dengan kondisi terkini.

Istilah staycation yang mulai populer ketika dunia dilanda krisis finansial global pada 2007-2008 sehingga mengganggu “ekonomi” masyarakat di negara barat untuk berlibur, kini juga diikuti di banyak negara Asia termasuk Indonesia.

Penelitian Besson (2017) mengungkap bahwa staycation belum dipertimbangkan sebagai liburan yang sesungguhnya.

Temuan ini tidak terlalu mengejutkan karena sering kali “penikmat” staycation tidak dapat membebaskan diri sepenuhnya dari pekerjaan. Konsep liburan sebagai sarana “pembebasan” dari rutinitas hidup tidak tercapai.

Namun pilihan ini adalah yang terbaik, daripada tidak berlibur sama sekali. Akhirnya, konsep liburan yang sesuai, banyak yang mesti diadaptasi selama pandemi belum berakhir dan berproses menjadi endemi.

Harus diakui, liburan sebagai sarana untuk menyehatkan rohani yang lelah, tidak dapat dianggap remeh. Terbelenggu selama hampir dua tahun bukan perkara mudah.
Masyarakat berhak mengusahakan dan memperoleh kebahagiaan dengan liburan.

Selamat berlibur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022. Tetap sehat sampai libur berlalu dan semoga tidak berujung kelabu.


Previous Post
Next Post

0 comments: